Sabtu, 22 Februari 2014

Penggunaan Bahasa Anak Penderita Afasia Ditinjau Dari Segi Sintaksis

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Anak merupakan anugerah yang terindah diberikan Tuhan kepada setiap orang tua. Sebagai titipan, anak harus dijaga dan dirawat dengan sebaik mungkin oleh orang tua. Anak juga tempat bagi orang tua berbagi kebahagiaan dalam kehidupan ini serta tempat curahan perhatian dan kasih sayang. Selain itu, anak juga tempat bagi orang tua melepaskan lelahnya setelah seharian bekerja.
Setiap anak yang dititipkan Tuhan kepada orang tua memiliki kelebihan dan kekurangan. Artinya, anak yang dititipkan itu tidak selamanya memiliki kesempurnaan baik dari segi fisik maupun mental. Banyak anak yang dilahirkan dalam kondisi tidak normal atau prematur. Ketidaknormalan itu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya faktor keturunan atau kondisi fisik sang ibu saat mengandung. Karena itu setiap orang tua bertanggung jawab atas pertumbuhan dan perkembangan anaknya.
Pertumbuhan dan perkembangan anak harus diperhatikan sejak dini agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Perkembangan anak akan membantu kemampuannya dalam berbahasa. Semakin baik perkembangan anak maka kemampuan berbahasanya juga akan baik.
Kemampuan berbahasa setiap anak itu berbeda-beda, ada yang mampu berbahasa dengan sempurna dalam artian mampu berbahasa sesuai dengan kaidah kebahasaan seperti struktur bahasa, intonasi, dan konteks. Ada juga anak yang tidak mampu berbahasa secara sempurna atau mengalami gangguan berbahasa. Chaer (2003:148) menyatakan bahwa secara umum terdapat dua penyebab gangguan berbahasa. Pertama gangguan akibat faktor medis, yaitu gangguan yang diakibatkan kelainan fungsi otak  maupun akibat kelainan alat-alat bicara. Kedua akibat faktor lingkungan sosial seperti tersisih atau terisolasi dari lingkungan kehidupan masyarakat.
Kemampuan berbahasa seorang anak dapat dikatakan baik apabila pemerolehan bahasanya silakukan dengan baik dan berkembang. Setiap anak akan melewati tahap pemerolehan bahasa agar bahasa yang diperolehnya dapat digunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa dapat digunakan anak untuk berkomunikasi dengan orang-orang dilingkungannya. Selain itu, bahasa juga digunakan anak untuk mengungkapkan maksud pikirannya.
Anak yang lahir dengan normal akan melewati tahap pemerolehan bahasa dengan baik dan sesuai dengan perkembangannya. Mereka tidak akan membutuhkan waktu yang lama untuk melewati tahap pemerolehan bahasa. Anak normal juga tidak membutuhkan bimbingan khusus dari tenaga pengajar untuk melewatinya karena adanya keseimbangan kinerja otak kiri dan otak kanan yang tidak mengalami gangguan.
Pada usia 9 tahun, anak normal sudah dapat berbahasa dengan struktur bahasa kompleks. Kalimat yang dihasilkannya merupakan kalimat yang sudah komplit, seperti Aku sangat kagum dengan Ayah karena Beliau seorang pekerja keras. Anak yang lahir normal juga dapat menyusun kalimat dengan menggunakan konjungsi, afiksasi, pelengkap, dan keterangan. Pemaknaannya tentang sesuatupun sudah mulai luas. Anak normal yang berusia 9 tahun tidak hanya memaknai sesuatu yang berada di sekitarnya saja tapi juga memaknai sesuatu yang berada di luar lingkunganya, seperti dia mengetahui untuk sampai ke bulan itu kita dapat menaiki roket.
Anak yang menderita gangguan otak baik gangguan akibat faktor medis atau gangguan karena kelainan fungsi otak juga melewati tahap pemerolehan bahasa. Akan tetapi, pemerolehan bahasa pada anak tidak normal akan berjalan lambat dan sesuai dengan perkembanganya. Selain itu, juga memerlukan bimbingan atau pembelajaran khusus dan latihan yang teratur sehingga anak melewati pemerolehan bahasa yang baik. Sehingga dengan pembelajaran tersebut anak penderita afasia dapat berbahasa dengan baik.
Gangguan akibat kelainan fungsi otak dapat berupa gangguan pada hemisfer kiri atau hemisfer kanan dari otak. Gangguan pada otak inilah yang membuat anak mengalami hambatan dalam berbahasa dan menghasilkan kalimat. Otak anak yang pertama kali berkembang adalah hemisfer kiri. Hemisfer kiri berfungsi untuk mengatur sel-sel ujaran. Hemisfer kanan tidak digunakan untuk membentuk ide-ide tetapi siap melaksanakan tugas apabila hemisfer kiri tidak dapat melaksanakan tugas, misalnya luka (Pateda, 1990:74).
Afasia merupakan salah satu contoh gangguan otak. Umunya afasia muncul bila otak kiri terganggu. Otak kiri bagian depan berperan untuk kelancaran menuturkan isi pikiran dalam bahasa dengan baik dan otak kiri bagian belakang untuk mengerti bagian bahasa yang didengar dari lawan bicara. Anak penderita afasia dapat mengalami gangguan berbicara, memahami sesuatu, membaca, menulis, dan berhitung. Tapi bukan berarti anak penderita afasia tidak dapat memperoleh bahasa dan melewati tahap-tahap pemerolehan bahasa seperti pemerolehan semantic, pemerolehan fonoligi, dan pemerolehan sintaksis. Anak penderita afasia akan melewati tahap pemerolehan bahasa tersebut dengan membutuhkan pembelajaran dan bimbingan yang menghabiskan waktu lama dan latihan secara teratur.
B.     Fokus Masalah
Secara umum, terdapat tiga aspek perkembangan bahasa yakni; fonologi, sintaksis, dan semantik. Fokus masalah penelitian ini adalah penggunaa bahasa anak penderita afasia ditinjau dari segi sintaksis.
C.    Perumusan Masalah
Perumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimanakah penggunaa bahasa anak penderita afasia ditinjau dari segi sintaksis?”
D.    Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaa bahasa anak  penderita afasia ditinjau dari segi sintaksis.
E.     Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharap dapat bermanfaat bagi: (1) orang tua, khususnya orang tua yang memilliki anak penderita afasia; (2) masyarakat (khalayak ramai) sebagai penambah pengetahuan bahwasannya anak penyandang afasia itu bukan autis atau idiot melainkan anak yang mengalami gangguan berbahasa atau keterlambatan berbahasa, agar tidak terjadi kesenjangan sosial antara masyarakat yang sering mengkategorikan setiap anak cacat itu adalah idiot; (3) mahasiswa, dalam menambah pengetahuan dan kajian linguistik, khususnya si bidang psikolinguistik; (4) peneliti sendiri agar dapat menambah pengetahuan peneliti di lapangan; (5) dalam bidang pendidikan, penelitian ini bermanfaat umumnya bagi sekolah yang mengadakan kelas inklus dan khususnya bagi para guru yang mengajar di kelas inklus sebagai bahan reverensi dalam proses belajar mengajar.


UNTUK mendapatkan file contoh proposal di atas bab 1 sampai bab 3 silahkan kirim inbox Anda ke sini https://www.facebook.com/orion.nadeea

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Privacy Policy

 <h1>Privacy Policy for Ujung Pena Secuil Tinta</h1> <p>At Ujung Pena Secuil Tinta, accessible from https://wigisutrisno.b...