BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Masyarakat Indonesia
merupakan masyarakat yang majemuk, memiliki bahasa, suku, adat istiadat,
dan kebudayaan yang berbeda-beda.
Kebudayaan merupakan kebiasaan yang dianut oleh masyarakat tertentu. Menurut
KBBI (2008:225), kebudayaan merupakan hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal
budi) manusia, seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat.
Sastra merupakan bagian dari
kebudayaan karena sastra adalah hasil kreasi seni yang diciptakan oleh manusia.
Sastra juga dapat dinilai sebagai kreasi seni yang memiliki nilai-nilai luhur,
nilai moral, yang berguna untuk mendidik umat. Dari suatu karya sastra,
penikmatnya dapat mengambil nilai-nilai yang berguna untuk meningkatkan
kualitas hidup. Dilihat dari media penyampaiannya, sastra dapat dibagi menjadi
dua, yaitu: sastra tulis dan sastra lisan. Sastra tulis menggunakan bahasa tulis
sebagai media penyampaiannya dan sastra lisan menggunakan bahasa lisan sebagai
media penyampaiannya.
Sastra lisan merupakan seni
berbahasa yang disampaikan melalui bahasa lisan dari mulut ke telinga. Sastra
lisan diwariskan secara turun-temurun bersifat anonim atau tidak diketahui
siapa pengarangnya karena sastra lisan sudah ada jauh sebelum masyarakat
mengenal tulisan. Sastra lisan tercipta dengan membawa sekumpulan nilai-nilai yang
terdapat di dalamnya. Sastra lisan juga dapat memberikan gambaran tentang suatu tradisi masyarakat tertentu.
Jadi, sastra lisan dapat diartikan sebagai tradisi lisan yang memiliki
nilai-nilai estetis, disebarkan dari mulut ke telinga, dan diwariskan secara
turun-temurun.
Indonesia kaya dengan
berbagai genre dan bentuk sastra lisan yang ada dalam berbagai suku bangsa.
Salah satu bentuk sastra lisan di Indonesia adalah Hata Pangupa. Sastra lisan ini milik suku bangsa Mandailing di
dalamnya terdapat fungsi dan nilai-nilai pengajaran serta mempunyai peran
penting bagi masyarakat pendukungnya.
Sastra lisan Hata Pangupa terdapat dalam upacara
adat Upa-Upa (upacara pengembalian tondi/semangat/spirit) pada suku bangsa
Mandailing di Kampung Kotanopan Setia, Nagari Lansek Kadok, Kecamatan Rao
Selatan, Kabupaten Pasaman. Hata Pangupa ini
sering dituturkan dalam upacara adat Upa-Upa,
seperti: upacara pernikahan, upacara kelahiran, dan upacara pelantikan
raja. Dalam upacara pernikahan, Hata Pangupa merupakan salah satu
rangkaian acara yang memiliki peranan penting. Hata Pangupa dalam pernikahan berfungsi sebagai doa agar Tuhan Yang
Mahakuasa memberkahi upacara tersebut serta menganugerahi anak dan rezeki yang
melimpah kepada kedua pengantin.
Saat ini, tradisi Upa-Upa kurang mendapat perhatian dari
masyarakat pendukungnya sehingga nilai-nilai pengajaran yang terdapat dalam
sastra lisan Hata Pangupa dikhawatirkan
tidak diketahui lagi. Hal tersebut terjadi karena sastra lisan ini belum tersusun
menjadi dokumentasi yang lengkap sehingga pengetahuan dan apresiasi masyarakat
terhadapnya semakin berkurang. Perkembangan
zaman dan kemajuan teknologi juga mengakibatkan terjadinya pergeseran
nilai-nilai budaya pada masyarakat
Kotanopan Setia, Nagari Lansek Kadok. Oleh karena itu, Hata Pangupa perlu diteliti,
diinventarisasikan, lalu dibukukan agar dapat dilestarikan sebagai kekayaan
khazanah sastra lisan nusantara. Selain itu, Hata Pangupa pun dapat dijadikan bahan ajar di sekolah supaya
nilai-nilai pengajaran yang terdapat dalam Hata
Pangupa dapat diwariskan kepada generasi muda.
Mengingat pentingnya
nilai-nilai yang terdapat dalam sastra lisan Hata Pangupa dan upaya pelestariannya, perlu pengkajian terhadap Hata Pangupa ini. Hal itulah yang menjadi
latar belakang ketertarikan penulis untuk melakukan penelitian tentang sastra
lisan Hata Pangupa. Objek penelitian
yang dipilih adalah sastra lisan Hata
Pangupa dalam Upa-Upa pada
upacara pernikahan masyarakat Mandailing di Kampung Kotanopan Setia, Nagari
Lansek Kadok, Kecamatan Rao Selatan, Kabupaten Pasaman.
1.2 Fokus Masalah
Berdasarkan latar belakang
masalah, penelitian ini difokuskan pada
sastra lisan Hata Pangupa dalam
Upa-Upa pada upacara pernikahan di
Nagari Lansek Kadok Kecamatan Rao
Selatan Kabupaten Pasaman yang terdiri atas; (1) konteks sastra lisan Hata Pangupa di Kampung Kotanopan Setia, Nagari Lansek Kadok;
(2) suntingan teks dan terjemahan Hata
Pangupa pada upacara pernikahan di Kampung Kotanopan Setia Nagari Lansek
Kadok Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman; (3) Hata Pangupa sebagai puisi
lama;
serta (4) fungsi dan nilai-nilai pengajaran yang terdapat dalam Hata Pangupa pada upacara pernikahan di
Kampung Kotanopan Setia Nagari Lansek Kadok Kecamatan Rao Selatan Kabupaten
Pasaman.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan fokus masalah di
atas, maka disusun rumusan masalah penelitian Hata Pangupa dalam upacara pernikahan di Nagari Lansek Kadok,
Kecamatan Rao Selatan, Kabupaten Pasaman sebagai berikut.
1.
Bagaimanakah konteks sastra lisan Hata Pangupa di Kampung Kotanopan Setia, Nagari Lansek Kadok?
2.
Bagaimanakah bentuk suntingan teks dan terjemahan Hata Pangupa pada upacara pernikahan di
Kampung Kotanopan Setia, Nagari Lansek Kadok, Kecamatan Rao Selatan, Kabupaten
Pasaman?
3.
Bagaimanakah Hata Pangupa sebagai puisi lama?
4.
Apakah fungsi dan nilai-nilai pengajaran yang terdapat dalam Hata Pangupa pada upacara pernikahan di
Kampung Kotanopan Setia, Nagari Lansek Kadok, Kecamatan Rao Selatan, Kabupaten
Pasaman?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian sastra lisan Hata Pangupa pada upacara pernikahan di Kampung Kotanopan Setia, Nagari Lansek Kadok,
Kecamatan Rao Selatan, Kabupaten Pasaman, adalah sebagai berikut.
1.
Mendeskripsikan konteks sastra lisan Hata Pangupa di Nagari Lansek Kadok.
2.
Mendeskripsikan suntingan teks dan terjemahan Hata Pangupa pada upacara pernikahan di
Kampung Kotanopan Setia, Nagari Lansek Kadok, Kecamatan Rao Selatan, Kabupaten
Pasaman.
3.
Mendeskripsikan Hata Pangupa sebagai puisi lama.
4.
Mendeskripsikan fungsi dan nilai-nilai pengajaran yang
terdapat dalam Hata Pangupa pada
upacara pernikahan di Kampung Kotanopan Setia, Nagari Lansek Kadok, Kecamatan
Rao Selatan, Kabupaten Pasaman.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai pihak, antara lain sebagai berikut.
1.
Dalam bidang pendidikan, hasil penelitian ini dapat dijadikan
sebagai bahan ajar dan bahan pengembangan apresiasi sastra, khususnya tentang
puisi lama.
2.
Bagi pemerintah, hasil penelitian ini dapat dijadikan
bukti bahwa di Nagari Lansek Kadok,
Kecamatan Rao Selatan, Kabupaten Pasaman
terdapat sastra lisan Hata Pangupa
yang membutuhkan upaya pelestarian lebih lanjut, misalnya dalam bentuk
revitalisasi.
3.
Bagi pembaca atau masyarakat, hasil penelitian ini dapat
menambah pengetahuan dan pemahaman tentang sastra lisan Hata Pangupa sehingga dapat menimbulkan perhatian dan kecintaan
terhadapnya.
4.
Bagi peneliti berikutnya, hasil penelitian ini dapat
dijadikan acuan atau pedoman untuk penelitian terhadap bentuk-bentuk sastra
lisan lain di Mandailing dan tidak tertutup kemungkinan memunculkan penelitian
lebih lanjut terhadap Hata Pangupa.
5.
Bagi penulis, hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan
dan wawasan mengenai sastra lisan Mandailing beserta kajiannya sekaligus ikut
melestarikan kekayaan khazanah kebudayaan nusantara.
1.6 Definisi Operasional
Sebagai acuan, perlu dibuat
definisi operasional tentang penggunaan istilah-istilah penelitian ini, yakni
sebagai berikut.
1.
Mandailing adalah nama subsuku bangsa Batak yang berkediaman
awal di Tapanuli Selatan bermigrasi ke Kabupaten Pasaman, berbahasa Mandailing,
dan beragama Islam.
2.
Upa-Upa adalah istilah
yang digunakan subsuku bangsa Batak Mandailing untuk menamai upacara adat yang
dilakukan untuk mengembalikan tondi (semangat/spirit)
ke tubuh seseorang. Upa-Upa dilakukan
terhadap bayi yang baru lahir, seseorang yang baru sembuh dari sakit, seseorang
yang akan menikah, dan calon raja yang akan dinobatkan. Upa-Upa terdiri atas dua bagian penting, yakni hata dan pangupa.
3.
Hata adalah kata-kata
atau tuturan yang diwariskan secara lisan, penuh dengan nilai-nilai pengajaran,
dan disampaikan dengan gaya bahasa
tertentu pada upacara adat Upa-Upa.
4.
Pangupa artinya adalah
piranti yang digunakan dalam upacara adat Upa-Upa
yang melingkupi kata-kata atau tuturan beserta alat-alat perlengkapan, seperti:
jenis sesajian, tempat sesajian, dan alas sesajian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar