Sabtu, 22 Februari 2014

HATA PANGUPA: SASTRA LISAN MANDAILING DI KOTANOPAN SETIA NAGARI LANSEK KADOK KECAMATAN RAO SELATAN KABUPATEN PASAMAN PROPOSAL FEFA SRILA DESTI

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang Masalah

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, memiliki bahasa, suku, adat istiadat, dan  kebudayaan yang berbeda-beda. Kebudayaan merupakan kebiasaan yang dianut oleh masyarakat tertentu. Menurut KBBI (2008:225), kebudayaan merupakan hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia, seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat.
Sastra merupakan bagian dari kebudayaan karena sastra adalah hasil kreasi seni yang diciptakan oleh manusia. Sastra juga dapat dinilai sebagai kreasi seni yang memiliki nilai-nilai luhur, nilai moral, yang berguna untuk mendidik umat. Dari suatu karya sastra, penikmatnya dapat mengambil nilai-nilai yang berguna untuk meningkatkan kualitas hidup. Dilihat dari media penyampaiannya, sastra dapat dibagi menjadi dua, yaitu: sastra tulis dan sastra lisan. Sastra tulis menggunakan bahasa tulis sebagai media penyampaiannya dan sastra lisan menggunakan bahasa lisan sebagai media penyampaiannya.
Sastra lisan merupakan seni berbahasa yang disampaikan melalui bahasa lisan dari mulut ke telinga. Sastra lisan diwariskan secara turun-temurun bersifat anonim atau tidak diketahui siapa pengarangnya karena sastra lisan sudah ada jauh sebelum masyarakat mengenal tulisan. Sastra lisan tercipta dengan membawa sekumpulan nilai-nilai yang terdapat di dalamnya. Sastra lisan juga dapat memberikan  gambaran tentang suatu tradisi masyarakat tertentu. Jadi, sastra lisan dapat diartikan sebagai tradisi lisan yang memiliki nilai-nilai estetis, disebarkan dari mulut ke telinga, dan diwariskan secara turun-temurun.
Indonesia kaya dengan berbagai genre dan bentuk sastra lisan yang ada dalam berbagai suku bangsa. Salah satu bentuk sastra lisan di Indonesia adalah Hata Pangupa. Sastra lisan ini milik suku bangsa Mandailing di dalamnya terdapat fungsi dan nilai-nilai pengajaran serta mempunyai peran penting bagi masyarakat pendukungnya.
Sastra lisan Hata Pangupa terdapat dalam upacara adat Upa-Upa (upacara pengembalian tondi/semangat/spirit) pada suku bangsa Mandailing di Kampung Kotanopan Setia, Nagari Lansek Kadok, Kecamatan Rao Selatan, Kabupaten Pasaman. Hata Pangupa ini sering dituturkan dalam upacara adat Upa-Upa, seperti: upacara pernikahan, upacara kelahiran, dan upacara pelantikan raja.  Dalam upacara pernikahan, Hata Pangupa merupakan salah satu rangkaian acara yang memiliki peranan penting. Hata Pangupa dalam pernikahan berfungsi sebagai doa agar Tuhan Yang Mahakuasa memberkahi upacara tersebut serta menganugerahi anak dan rezeki yang melimpah kepada kedua pengantin. 
Saat ini, tradisi Upa-Upa kurang mendapat perhatian dari masyarakat pendukungnya sehingga nilai-nilai pengajaran yang terdapat dalam sastra lisan Hata Pangupa dikhawatirkan tidak diketahui lagi. Hal tersebut terjadi karena sastra lisan ini belum tersusun menjadi dokumentasi yang lengkap sehingga pengetahuan dan apresiasi masyarakat terhadapnya semakin berkurang.   Perkembangan zaman dan kemajuan teknologi juga mengakibatkan terjadinya pergeseran nilai-nilai budaya pada masyarakat  Kotanopan Setia, Nagari Lansek Kadok. Oleh karena itu, Hata Pangupa perlu diteliti, diinventarisasikan, lalu dibukukan agar dapat dilestarikan sebagai kekayaan khazanah sastra lisan nusantara. Selain itu, Hata Pangupa pun dapat dijadikan bahan ajar di sekolah supaya nilai-nilai pengajaran yang terdapat dalam Hata Pangupa dapat diwariskan kepada generasi muda.
Mengingat pentingnya nilai-nilai yang terdapat dalam sastra lisan Hata Pangupa dan upaya pelestariannya, perlu pengkajian terhadap Hata Pangupa ini. Hal itulah yang menjadi latar belakang ketertarikan penulis untuk melakukan penelitian tentang sastra lisan Hata Pangupa. Objek penelitian yang dipilih adalah sastra lisan Hata Pangupa dalam Upa-Upa pada upacara pernikahan masyarakat Mandailing di Kampung Kotanopan Setia, Nagari Lansek Kadok, Kecamatan Rao Selatan, Kabupaten Pasaman.

1.2 Fokus Masalah   

Berdasarkan latar belakang masalah, penelitian ini difokuskan pada  sastra lisan Hata Pangupa dalam Upa-Upa pada upacara pernikahan di Nagari  Lansek Kadok Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman yang terdiri atas; (1) konteks sastra lisan Hata Pangupa di  Kampung Kotanopan Setia, Nagari Lansek Kadok; (2) suntingan teks dan terjemahan Hata Pangupa pada upacara pernikahan di Kampung Kotanopan Setia Nagari Lansek Kadok Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman; (3) Hata Pangupa sebagai puisi lama; serta (4) fungsi dan nilai-nilai pengajaran yang terdapat dalam Hata Pangupa pada upacara pernikahan di Kampung Kotanopan Setia Nagari Lansek Kadok Kecamatan Rao Selatan Kabupaten Pasaman.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan fokus masalah di atas, maka disusun rumusan masalah penelitian Hata Pangupa dalam upacara pernikahan di Nagari Lansek Kadok, Kecamatan Rao Selatan, Kabupaten Pasaman sebagai berikut.
1.        Bagaimanakah konteks sastra lisan Hata Pangupa di Kampung Kotanopan Setia, Nagari Lansek Kadok?
2.        Bagaimanakah bentuk suntingan teks dan terjemahan Hata Pangupa pada upacara pernikahan di Kampung Kotanopan Setia, Nagari Lansek Kadok, Kecamatan Rao Selatan, Kabupaten Pasaman?
3.        Bagaimanakah Hata Pangupa sebagai puisi lama?
4.        Apakah fungsi dan nilai-nilai pengajaran yang terdapat dalam Hata Pangupa pada upacara pernikahan di Kampung Kotanopan Setia, Nagari Lansek Kadok, Kecamatan Rao Selatan, Kabupaten Pasaman?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian sastra lisan Hata Pangupa pada upacara pernikahan di  Kampung Kotanopan Setia, Nagari Lansek Kadok, Kecamatan Rao Selatan, Kabupaten Pasaman, adalah sebagai berikut.
1.        Mendeskripsikan konteks sastra lisan Hata Pangupa di Nagari Lansek Kadok.
2.        Mendeskripsikan suntingan teks dan terjemahan Hata Pangupa pada upacara pernikahan di Kampung Kotanopan Setia, Nagari Lansek Kadok, Kecamatan Rao Selatan, Kabupaten Pasaman.
3.        Mendeskripsikan Hata Pangupa sebagai puisi lama.
4.        Mendeskripsikan fungsi dan nilai-nilai pengajaran yang terdapat dalam Hata Pangupa pada upacara pernikahan di Kampung Kotanopan Setia, Nagari Lansek Kadok, Kecamatan Rao Selatan, Kabupaten Pasaman.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk berbagai pihak, antara lain sebagai berikut.
1.        Dalam bidang pendidikan, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan ajar dan bahan pengembangan apresiasi sastra, khususnya tentang puisi lama.
2.        Bagi pemerintah, hasil penelitian ini dapat dijadikan bukti  bahwa di Nagari Lansek Kadok, Kecamatan Rao Selatan, Kabupaten Pasaman  terdapat sastra lisan Hata Pangupa yang membutuhkan upaya pelestarian lebih lanjut, misalnya dalam bentuk revitalisasi.
3.        Bagi pembaca atau masyarakat, hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan pemahaman tentang sastra lisan Hata Pangupa sehingga dapat menimbulkan perhatian dan kecintaan terhadapnya.
4.        Bagi peneliti berikutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan atau pedoman untuk penelitian terhadap bentuk-bentuk sastra lisan lain di Mandailing dan tidak tertutup kemungkinan memunculkan penelitian lebih lanjut terhadap Hata Pangupa.
5.        Bagi penulis, hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai sastra lisan Mandailing beserta kajiannya sekaligus ikut melestarikan kekayaan khazanah kebudayaan nusantara.

1.6 Definisi Operasional

Sebagai acuan, perlu dibuat definisi operasional tentang penggunaan istilah-istilah penelitian ini, yakni sebagai berikut.
1.        Mandailing adalah nama subsuku bangsa Batak yang berkediaman awal di Tapanuli Selatan bermigrasi ke Kabupaten Pasaman, berbahasa Mandailing, dan beragama Islam.
2.        Upa-Upa adalah istilah yang digunakan subsuku bangsa Batak Mandailing untuk menamai upacara adat yang dilakukan untuk mengembalikan tondi (semangat/spirit) ke tubuh seseorang. Upa-Upa dilakukan terhadap bayi yang baru lahir, seseorang yang baru sembuh dari sakit, seseorang yang akan menikah, dan calon raja yang akan dinobatkan. Upa-Upa terdiri atas dua bagian penting, yakni hata dan pangupa.
3.        Hata adalah kata-kata atau tuturan yang diwariskan secara lisan, penuh dengan nilai-nilai pengajaran, dan disampaikan  dengan gaya bahasa tertentu pada upacara adat Upa-Upa.
4.        Pangupa artinya adalah piranti yang digunakan dalam upacara adat Upa-Upa yang melingkupi kata-kata atau tuturan beserta alat-alat perlengkapan, seperti: jenis sesajian, tempat sesajian, dan alas sesajian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Privacy Policy

 <h1>Privacy Policy for Ujung Pena Secuil Tinta</h1> <p>At Ujung Pena Secuil Tinta, accessible from https://wigisutrisno.b...